• Kamis, 21 September 2023

Konflik Rempang dan Filosofi Hukum Agraria di Indonesia

- Selasa, 19 September 2023 | 19:49 WIB
Adam Deyant Biharu
Adam Deyant Biharu

Oleh: Adam Deyant Biharu, Mahasiswa Fakultas Hukum UNJA

JAMBIONE.COM- Konflik Rempang di Kepulauan Riau pada 7 September 2023 adalah salah satu konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Konflik agraria sendiri merupakan konflik yang hingga kini sulit diselesaikan di Indonesia. 

Hingga saat ini sudah banyak konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Seperti konflik di Wadas dan Wamena. Konflik ini merupakan konflik yang cukup banyak menyita perhatian sebelum konflik agraria di Rempang terjadi. 

Hal ini menunjukkan bahwa konflik agraria merupakan permasalahan yang harus menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Jika permasalahan agraria terus berlanjut maka akan menggangu keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara meluas. 

Baca Juga: Kasus Pulau Rempang dari Segi Posktivisme Hukum

Kembali ke konflik Rempang,  bermula pada saat masyarakat mengetahui bahwa tanah atau pulau yang mereka tinggali saat ini akan dibangun Megaproyek Rempang Eco City. Pemerintah Batam sejak awal Agustus 2023 sudah mulai memasang patok-patok disekitar tanah tersebut. Namun upaya tersebut selalu digagalkan oleh masyarakat setempat yang menolak pemasangan patok tersebut. 

Pembangunan megaproyek di pulau tersebut sangat berdampak terhadap kehidupan masyarakat Rempang dan sekitarnya. Karena masyarakat sekitar yang telah mendiami daerah itu secara turun temurun akan direlokasi (dipindahkan) ke tempat lain yang disediakan oleh pemerintah. 

Hal ini menjadi pemicu konflik di Rempang karena masyarakat sekitar tidak setuju untuk direlokasi, karena disitulah tempat kehidupan dan pencaharian nafkah mereka selama ini. 

Baca Juga: Pulau Rempang: Refleksi Filsafat Tentang Konflik dan Keharmonisan

Kalau melihat sejarah, masyarakat Rempang sudah mendiami daerah tersebut jauh bahkan sebelum Indonesia merdeka. Sehingga tanah tersebut dapat dikatakan sebagai tanah adat dan warga sekitar disebut sebagai masyarakat adat, yaitu masyarakat adat Melayu Rempang. 

Di sisi lain, tidak adanya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang masyarakat Rempang tinggali menjadi problematika serius. Karena status kepemilikan atas tanah di Indonesia hanya dilihat dari keberadaan SHM atas tanah tersebut. 

Hal ini di satu sisi menjadi persoalan serius di Indonesia, karena masyarakat adat sendiri tidak mengenal SHM. Masyarakat adat mendiami wilayah tertentu berdasarkan adat yang turun temurun dari leluhur terdahulu. 

Baca Juga: Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam

Jika persoalan ini dilihat dari sudut pandang hukum adat, maka sebenarnya masyarakat adat tersebut memiliki hak atas tanah tersebut. Karena jauh sebelum Indonesia merdeka, artinya jauh sebelum bangsa ini mengenal istilah SHM, masyarakat adat tersebut sudah lebih dahulu tinggal di daerah tersebut. 

Halaman:

Editor: Paisal Kumar

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Konflik Rempang dan Keterkaitannya dengan Filsafat Hukum

Kamis, 21 September 2023 | 11:32 WIB

Analisis Kasus Rempang: Perspektif Filsafat Hukum

Kamis, 21 September 2023 | 07:25 WIB

Atas Nama Investasi, Rakyat Jadi Tumbal Oligarki

Rabu, 20 September 2023 | 18:34 WIB

Konflik Rempang dan Filosofi Hukum Agraria di Indonesia

Selasa, 19 September 2023 | 19:49 WIB

Kasus Pulau Rempang dari Segi Positivisme Hukum

Selasa, 19 September 2023 | 19:23 WIB

Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam

Selasa, 19 September 2023 | 17:17 WIB
X