Oleh : Janet Viona, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi
JAMBIONE.COM- Kericuhan atas penggusuran masyarakat di Pulau Rempang masih hangat diperbincangkan. Penggusuran ini berawal dari rencana pengembangan kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesia's Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City” di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Bentrokan yang mengarah pada hal yang bersifat anarkis dan kemudian mau tidak mau dilontarkan gas air mata untuk membubarkan. Namun beberapa hari setelahnya ada aksi di depan kantor BP Batam dan disusul aksi penyerangan.
Beberapa personil kepolisian terluka. Tindakan yang ditempuh kemudian adalah mengamankan pelaku penyerangan yang berjumlah 43 orang.
Baca Juga: Pulau Rempang: Refleksi Filsafat Tentang Konflik dan Keharmonisan
"Terkait dengan peristiwa itu kami mau tidak mau harus melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana anarkis kita amankan kurang lebih 43 orang. Saat ini kita proses namun untuk penyelesaian terkait relokasi sesuai dengan arahan pak presiden saat ini mengedepankan tindakan yang bersifat lebih persuasif," Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Keputusan memberikan seluruh lahan kepada investor adalah sikap yang tidak memihak kepada rakyat. Ini berdampak pada16 Kampung Tua Suku Melayu, Suku Orang Laut, Suku Orang Darat yang sudah bermukim di Pulau Rempang sejak 1834.
Masyarakat Kampung Tua tidak menolak pembangunan dari Eco City. Mereka hanya meminta tempat mereka jangan diganggu.
Baca Juga: Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam
Mereka menolak meninggalkan kampung halamannya dengan mengatakan bahwa ini adalah Tanah Ulayat yang sudah menjadi tanggung jawab mereka untuk menjaganya. Kelompok nelayan di Pulau Rempang juga sangat takut kehilangan sumber utama pencariannya.
Proyek Eco City ini tentunya dibuat untuk kesejahteraan rakyat. Dengan menciptakan banyaknya lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat juga akan meningkat.
Menurut Presiden Jokowi, penolakan dari masyarakat dikarenakan komunikasi yang kurang bagus sehingga ia mengutus Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menjelaskan kepada masyarakat bahwa hak mereka akan tetap diberikan.
Baca Juga: Fakta Pulau Rempang yang Dikuasai Penuh Oleh Pengusaha dan Menggusur Warga
Bahlil mengatakan, uang ganti rugi yang disesuaikan itu dihitung dari hak-hak yang sebelumnya sudah ditetapkan dan akan diberikan kepada warga. Itu diantaranya tanah seluas 500 meter persegi sudah dengan alas hak, rumah tipe 45 seharga Rp 120 juta, uang tunggu transisi hingga rumah jadi sebesar Rp 1,2 juta per jiwa, dan uang sewa rumah Rp 1,2 juta.
Artikel Terkait
Warga Talang Gulo Akhirnya Buka Blokade Jalan, Truk Batu Bara Bisa Jalan lagi, Ini Isi Kesepakatannya
Tok..!! Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tebo APBD-P 2023 dan 4 Perda Disahkan
Sidang Perkara Korupsi Gagal Bayar di Bank Jambi, JPU Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi El Halcon
Hai Warga Tebo Sudah Tau Belum, Kabupaten Tebo Punya 4 Perda Baru Yuk Disimak..!!
Fakta Pulau Rempang yang Dikuasai Penuh Oleh Pengusaha dan Menggusur Warga
Anak Muda Jambi Kini Punya Keterampilan Lebih Berkat Kelas Desain Grafis Ganjar Milenial
Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam
Kontingen Jambi Bersiap Raih Prestasi di PORWIL XI Sumatera 2023: 8 Cabang Olahraga Siap Berlaga
Pulau Rempang: Refleksi Filsafat Tentang Konflik dan Keharmonisan