• Kamis, 21 September 2023

Kasus Pulau Rempang dari Segi Positivisme Hukum

- Selasa, 19 September 2023 | 19:23 WIB
Janet Viona
Janet Viona

Oleh : Janet Viona, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi

JAMBIONE.COM- Kericuhan atas penggusuran masyarakat di Pulau Rempang masih hangat diperbincangkan. Penggusuran ini berawal dari rencana pengembangan kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesia's Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City” di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. 

Bentrokan yang mengarah pada hal yang bersifat anarkis dan kemudian mau tidak mau dilontarkan gas air mata untuk membubarkan. Namun beberapa hari setelahnya ada aksi di depan kantor BP Batam dan disusul aksi penyerangan.

Beberapa personil kepolisian terluka. Tindakan yang ditempuh kemudian adalah mengamankan pelaku penyerangan yang berjumlah 43 orang.

Baca Juga: Pulau Rempang: Refleksi Filsafat Tentang Konflik dan Keharmonisan

"Terkait dengan peristiwa itu kami mau tidak mau harus melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana anarkis kita amankan kurang lebih 43 orang. Saat ini kita proses namun untuk penyelesaian terkait relokasi sesuai dengan arahan pak presiden saat ini mengedepankan tindakan yang bersifat lebih persuasif," Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Keputusan memberikan seluruh lahan kepada investor adalah sikap yang tidak memihak kepada rakyat. Ini berdampak pada16 Kampung Tua Suku Melayu, Suku Orang Laut, Suku Orang Darat yang sudah bermukim di Pulau Rempang sejak 1834. 

Masyarakat Kampung Tua tidak menolak pembangunan dari Eco City. Mereka hanya meminta tempat mereka jangan diganggu. 

Baca Juga: Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam

Mereka menolak meninggalkan kampung halamannya dengan mengatakan bahwa ini adalah Tanah Ulayat yang sudah menjadi tanggung jawab mereka untuk menjaganya. Kelompok nelayan di Pulau Rempang juga sangat takut kehilangan sumber utama pencariannya.

Proyek Eco City ini tentunya dibuat untuk kesejahteraan rakyat. Dengan menciptakan banyaknya lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat juga akan meningkat. 

Menurut Presiden Jokowi, penolakan dari masyarakat dikarenakan komunikasi yang kurang bagus sehingga ia mengutus Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menjelaskan kepada masyarakat bahwa hak mereka akan tetap diberikan.

Baca Juga: Fakta Pulau Rempang yang Dikuasai Penuh Oleh Pengusaha dan Menggusur Warga

Bahlil mengatakan, uang ganti rugi yang disesuaikan itu dihitung dari hak-hak yang sebelumnya sudah ditetapkan dan akan diberikan kepada warga. Itu diantaranya tanah seluas 500 meter persegi sudah dengan alas hak, rumah tipe 45 seharga Rp 120 juta, uang tunggu transisi hingga rumah jadi sebesar Rp 1,2 juta per jiwa, dan uang sewa rumah Rp 1,2 juta. 

Halaman:

Editor: Paisal Kumar

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Konflik Rempang dan Keterkaitannya dengan Filsafat Hukum

Kamis, 21 September 2023 | 11:32 WIB

Analisis Kasus Rempang: Perspektif Filsafat Hukum

Kamis, 21 September 2023 | 07:25 WIB

Atas Nama Investasi, Rakyat Jadi Tumbal Oligarki

Rabu, 20 September 2023 | 18:34 WIB

Konflik Rempang dan Filosofi Hukum Agraria di Indonesia

Selasa, 19 September 2023 | 19:49 WIB

Kasus Pulau Rempang dari Segi Positivisme Hukum

Selasa, 19 September 2023 | 19:23 WIB

Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam

Selasa, 19 September 2023 | 17:17 WIB
X