• Kamis, 21 September 2023

Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam

- Selasa, 19 September 2023 | 17:17 WIB
Dwi Juliana
Dwi Juliana

Oleh: Dwi Juliana, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi

 JAMBIONE.COM- Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan pemberitaan berkaitan dengan konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Konflik ini terjadi akibat adanya Proyek Strategis Nasional (PSN), yaitu pembangunanRempang Eco City.

PSN ini termaktub dalam Permenko Nomor 7 Tahun 2003 dilansir dari Badan Pengusahaan Batam. Proyek ini diperkirakan bernilai Rp 381 Triliun dan bahkan dapat menyerap 306.000 tenaga kerja.

 Pada bulan juli lalu PT. Makmur Elok Graha dan juga Xinyi Internasional investment limited melakukan MOU untuk menjalankan Rempang Eco City ini akibatnya masyarakat sana harus direlokasi dan dipindahkan atau dalam tanda kutip digusur untuk kelancaran proyek strategis nasional ini.

 Baca Juga: Fakta Pulau Rempang yang Dikuasai Penuh Oleh Pengusaha dan Menggusur Warga

Wacana tersebut tentu ditolak dengan keras oleh warga masyarakat yang sudah menempati Pulau Rempang ini puluhan tahun masyarakat berikeras untuk mempertahankan tanah mereka dan melawan dengan cara berujuk rasa sehingga chaos pun tak dapat terhindarkan.

 Orang Darat atau Orang Oetan (hutan) diyakini sebagai penduduk asli Batam. Tampilan Orang Darat, kulitnya lebih gelap dari orang Melayu. Mereka hidup dari bercocok tanam dan mencari hasil hutan.

 Jika kondisi air pasang, mereka baru mencari kepiting dan lokan. Nantinya, dibarter dengan orang Tionghoa yang memiliki kebun gambir yang ada di Pulau Rempang.

Baca Juga: Kerusuhan di Pulau Rempang: Kritik Terhadap Paradigma Positivisme Hukum dalam Penegakan Hukum 

Pada tahun 1930, jumlah Orang Darat hanya sekitar 36 jiwa. Namun, kondisi Orang Darat (Orang Hutan) di Batam makin punah atau tersisih. Tahun 2014 lalu, jumlahnya sekitar delapan kepala keluarga (KK).

 Kita hanya berharap kepada pemerintah untuk segera mengambil keputusan terbaik dan juga memberikan solusi yang nyata supaya masyarakat tidak merasa dirugikan dan juga kenyamanan ketentraman serta kesejahteraan warga rempang dapat terjamin “Vox Populi Vox Dei” suara Rakyat adalah suara Tuhan.

Baca Juga: Kasus Rempang Dalam Kepastian Hukum

 Bentrok antara penduduk Pulau Rempang dan aparat keamanan berakhir ricuh. Hal ini buntut dari masalah soal pengembangan kawasan ekonomi baru proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang dan Galang, Batam.

Pulau Rempang rencananya dijadikan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi. Pembangunan itu ditolak oleh sejumlah warga dan berujung bentrok warga dengan aparat keamanan.

Halaman:

Editor: Paisal Kumar

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Konflik Rempang dan Keterkaitannya dengan Filsafat Hukum

Kamis, 21 September 2023 | 11:32 WIB

Analisis Kasus Rempang: Perspektif Filsafat Hukum

Kamis, 21 September 2023 | 07:25 WIB

Atas Nama Investasi, Rakyat Jadi Tumbal Oligarki

Rabu, 20 September 2023 | 18:34 WIB

Konflik Rempang dan Filosofi Hukum Agraria di Indonesia

Selasa, 19 September 2023 | 19:49 WIB

Kasus Pulau Rempang dari Segi Positivisme Hukum

Selasa, 19 September 2023 | 19:23 WIB

Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam

Selasa, 19 September 2023 | 17:17 WIB
X