Oleh: Dwi Juliana, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi
JAMBIONE.COM- Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan pemberitaan berkaitan dengan konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Konflik ini terjadi akibat adanya Proyek Strategis Nasional (PSN), yaitu pembangunanRempang Eco City.
PSN ini termaktub dalam Permenko Nomor 7 Tahun 2003 dilansir dari Badan Pengusahaan Batam. Proyek ini diperkirakan bernilai Rp 381 Triliun dan bahkan dapat menyerap 306.000 tenaga kerja.
Pada bulan juli lalu PT. Makmur Elok Graha dan juga Xinyi Internasional investment limited melakukan MOU untuk menjalankan Rempang Eco City ini akibatnya masyarakat sana harus direlokasi dan dipindahkan atau dalam tanda kutip digusur untuk kelancaran proyek strategis nasional ini.
Baca Juga: Fakta Pulau Rempang yang Dikuasai Penuh Oleh Pengusaha dan Menggusur Warga
Wacana tersebut tentu ditolak dengan keras oleh warga masyarakat yang sudah menempati Pulau Rempang ini puluhan tahun masyarakat berikeras untuk mempertahankan tanah mereka dan melawan dengan cara berujuk rasa sehingga chaos pun tak dapat terhindarkan.
Orang Darat atau Orang Oetan (hutan) diyakini sebagai penduduk asli Batam. Tampilan Orang Darat, kulitnya lebih gelap dari orang Melayu. Mereka hidup dari bercocok tanam dan mencari hasil hutan.
Jika kondisi air pasang, mereka baru mencari kepiting dan lokan. Nantinya, dibarter dengan orang Tionghoa yang memiliki kebun gambir yang ada di Pulau Rempang.
Baca Juga: Kerusuhan di Pulau Rempang: Kritik Terhadap Paradigma Positivisme Hukum dalam Penegakan Hukum
Pada tahun 1930, jumlah Orang Darat hanya sekitar 36 jiwa. Namun, kondisi Orang Darat (Orang Hutan) di Batam makin punah atau tersisih. Tahun 2014 lalu, jumlahnya sekitar delapan kepala keluarga (KK).
Kita hanya berharap kepada pemerintah untuk segera mengambil keputusan terbaik dan juga memberikan solusi yang nyata supaya masyarakat tidak merasa dirugikan dan juga kenyamanan ketentraman serta kesejahteraan warga rempang dapat terjamin “Vox Populi Vox Dei” suara Rakyat adalah suara Tuhan.
Baca Juga: Kasus Rempang Dalam Kepastian Hukum
Bentrok antara penduduk Pulau Rempang dan aparat keamanan berakhir ricuh. Hal ini buntut dari masalah soal pengembangan kawasan ekonomi baru proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang dan Galang, Batam.
Pulau Rempang rencananya dijadikan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi. Pembangunan itu ditolak oleh sejumlah warga dan berujung bentrok warga dengan aparat keamanan.
Artikel Terkait
Segini Total Hotspot di Kabupaten Tebo Selama Karhutla Tejadi
Warga Talang Gulo Akhirnya Buka Blokade Jalan, Truk Batu Bara Bisa Jalan lagi, Ini Isi Kesepakatannya
Tok..!! Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tebo APBD-P 2023 dan 4 Perda Disahkan
Sidang Perkara Korupsi Gagal Bayar di Bank Jambi, JPU Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi El Halcon
Hai Warga Tebo Sudah Tau Belum, Kabupaten Tebo Punya 4 Perda Baru Yuk Disimak..!!
Fakta Pulau Rempang yang Dikuasai Penuh Oleh Pengusaha dan Menggusur Warga
Anak Muda Jambi Kini Punya Keterampilan Lebih Berkat Kelas Desain Grafis Ganjar Milenial